A. DEFINISI PRASANGKA
Prasangka
adalah evaluasi negatif atas suatu kelompok atau seseorang berdasarkan pada
keanggotaan orang tersebut dalam suatu kelompok. Prasangka didasarkan pada
dimensi evaluatif dan afektif. Prasangka juga didasarkan pada pra penilaian
terhadap sesorang, jadi dilakukan sebelum tahu banyak tentang karakteristik
seseorang. Prasangka juga tidak hanya muncul pada kelompok lain (out group) saja.
Efek prasangka
bersifat destruktif seperti stereotip. Prasangka juga mempengaruhi preferensi
tentang kebijakan publik. Stereotip lebih mengarah ke kognisi dan prasangka
mengarah ke afektif. Namun, keduanya saling bersangkutan. Dan studi menunjukkan
bahwa orang yang sangat berprasangka adalah orang yang paling mungkin menerima
stereotip konvensional.
B. BALAJAR PRASANGKA
Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses yang dijalani anak dalam
belajar norma sosial konvensional di sekitar mereka. Prasangka dapat dipelajari
di dalam atau di luar rumah. Prasangka dapat dipelajari melalui mekanisme
belajar sosial standar. Prasangka konvensional sering kali dipelajari sejak
kecil. Anak juga mendapatkan prasangka tentang orang asing saat bersekolah (Lambert
& Klineberg,1967).
Orang
tua dan kawan sebaya adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengajarkan
norma sosial ini, namun terkadang anak tidak banyak mendiskusikan persoalan ini
dengan teman atau orang tuanya, khususnya apabila kelompok target tidak terlalu
menonjol (Sears & Levy, 2003). Media merupakan sumber lain dari proses
belajar sosial. Gilens (1999) berpendapat bahwa media ikut bertanggung jawab
atas semakin meningkatnya pandangan negatif terhadap “Kesejahteraan” di Amerika
Serikat.
Liputan televisi juga cenderung
menguatkan stereotip yang menghubungkan minoritas rasial dengan kejahatan.
Kejahatan banyak diberitakan di televisi. Liputan kejahatan memperburuk
stereotip sosial.
C. MOTIF PRASANGKA
A. Pendekatan Psikodinamis
Teori ini menganalisis prasangka sebagai sesuatu yang muncul dari dinamika personalitas individu, biasanya dinamika yang berasal dari gangguan personalitas. Authoritarian personality (personalitas otoriter), yang menunjukkan sikap berlebihan pada otoritas level
kepatuhan ekstrem pada standar konvesional perilaku, dan bersikap sangat keras terhadap penyimpangan dan memusuhi anggota kelompok lain secara berlebihan (Adorno,
Frengkel-Brunswik, Levinson dan Sanford, 1950). Karena mati akibat perdebadan secara metodelogis, teori ini pun hilang selama beberapa tahun. Muncul lagi dengan sebutan Otoritarianism dengan perbedaan dari dua awal konsep. Otoritarianisme bukan merupakan pembawaan manusia yang hanya bisa disembuhkan dengan psikoterapi, tetapi dapat dikurangi dengan mempertemukan seseorang dengan non-otoriter,
dengan orang-orang dan ide-ide yang lebih bervariasi dan berpendidikan tinggi (Peterson &
Lane, 2001).
B. Persaingan Antarkelompok
Teori ini menyatakan bahwa prasangka berasal dari persaingan kelompok. Adanya rasa
mempertahankan zona nyaman milik para kelompok cenderung sangat mempengaruhi.
Ada dua teori dalam aspe kini:
1. Realistic
Group Conflict Theory
Konsekuensi tak terelakkan dari persaingan dari kelompok yang saling berebut sumber daya alam dan kekuasaan.
2. Sense
of Group Position
Menjelaskan pehaman posisi pada kelompok. Pemaham posisi pada di kelompok. Pemahaman posisi kelompok dominan terbagi atas 4 elemen:
a. Keyakinan akan keunggulan kelompok dominan
b. Persepsi bahwa anggota kelompok bawahan adalah asing dan berbeda
c. Klaim atas sumber daya yang lebih baik
d. Merasakan adanya ancaman dari kelompok bawahan terhadap mereka
D. BASIS KOGNITIF DARI PRASANGKA
Kategorisasi
Langkah pertama adalah categorization
(kategosrisasi) perseptual ke dalam kelompok-kelompok. Pemersepsi (perceiver) biasanya mengkategorisasikan orang ke dalam kelompok-kelompok. Kemenonjolan
berbagai petunjuk jelas merupakan factor penting. Warna kulit sering menjadi
petunjuk membedakan kelompok rasial: tipe tubuh, baju dan suara juga dapat
menjadi pembeda antara pria dan wanita, akses yang berbeda juga menunjukan
perbedaan antar wilayah, dan sebagainya.
Pemrosesan
berdasarkan kategori
Proses
kategorisasi mengandung sejumlah konsekuensi penting. Informasi tentang
individu akan lebih sederhana dan diproses secara lebih efisien apabila
informasi itu bisa dikategorisasikan ke dalam kelompok. Dalam kategori based
processing (pemrosesan berbasis
kategori), perceiver mengkategorisasikan seorang berdasarkan informasi kategori
social yang disimpan dalam memorinya. Proses
kategorisasi tidak selalu sederhana dan lugas, sebaliknya proses itu bisa
sangat rumit.
Subtyping (pembagian tipe) adalah proses membuat perbedaan yang
lebih halus didalam kategori yang besar.
Kelebihan
dan kekurangan
Pemrosesan berbasis kategori memiliki kelebihan dan kekurangan.
Salah satu kelebihannya adalah
ia mereduksi jumlah data yang perlu kita proses. Kelebihan kedua adalah
pemrosesan itu memungkinan kita untuk melampaui informasi yang diberikan
kepada, dan karena nya kita bisa memperkaya informasi tersebut. Kekurangan
pemroresan berbasis kategori adalah proses ini menyebabkan terbentuknya
stereotip yang terlalu menyederhanakan yang boleh jadi memperkuat prasangka.
Kedua, stereotip hampir
selalu terlalu
menggeneralisasikan, menisbahkan atribut yang sama ke semua anggota kelompok,
tanpa peduli pada keunikan individual. Kekurangan ketiga adalah proses ini
dapat menghasilkan memori yang keliru.
E.
IDENTITAS SOSIAL
Identitas sosial adalah
bagian dari kosep diri yang berasal dari keanggotaan dalam satu atau lebih
kelompok sosial, dan dari evaluasi yang diasosiasikan dengannya.
TEORI IDENTITAS SOSIAL
Individu dikategorikan
kedalam anggota in-group ataupun out-group sesuai dengan teori evolusi
yang menyatakan bahwa prinsip fitnes inklusif adalah sebuah kecenderungan
bawaan untuk mereproduksi gen sendiri yang menyebabkan suatu kelompok menyukai
kelompoknya sendiri dan memusuhi kelompok lainnya.
Tajfel 1982, mengusulkan
bahwa teori identitas sosial mengandung 3 asumsi dasar yakni orang
mengkategorisasikan seseorang menjadi
in-group dan out-group, orang mendasar harga diri dan identitas sosialnya
menjadi in group dan konsep diri
orang sebagian bergantung pada bagaimana seseorang mengevaluasi in group dibandingkan kelompok lain.
Teori identitas sosial adalah teori campuran dari teori kognitif dan teori
motivasi. Teori optimal distinctivenees yaitu teori yang menyatakan bahwa suatu
identitas sosial daam suatu kelompok yang cukup besar membuat individu
merasakan kebersamaan (inklusi), namun cukup kecil untuk menimbulkan perasaan
berbeda dengan orang lain.
F.
WAJAH PRASANGKA
YANG BERUBAH
Pudarnya
Rasisme Gaya Lama
Sejak berakhirnya Perang Dunia II,
prasangka etnis dan rasial secara umum menurun di Amerika Serikat. Bentuk
prasangka lainnya juga berkurang.
Berkurangnya prasangka di kalangan orang dewasa ini juga diturunkan ke anak-anak
mereka. Generasi yang lebih muda menunjukkan dukungan yang lebih besar untuk
persamaan ras dan makin sedikit yang berprasangka terhadap kaum imigran seperti
orang Asia dan
Hispanik (Citrin et al., 2001; Schuman et al., 1997).
Perubahan
Semu
Beberapa
kalangan berpendapat bahwa penurunan rasisme ini mungkin hanya bersifat ilusi
atau semu. Menurut mereka, ekspresi ide rasial mungkin sudah tak bisa diterima
secara sosial, namun orang kulit putih tetap mempertahankan sikap semula dalam
bentuk yang lebih halus (Jackman & Muha, 1984; Sidanius & Pratto,
1999).
Rasisme
Simbolis
Pendapat
kedua menyatakan bahwa rasisme gaya lama telah digantikan oleh bentuk prasangka
modern yang lebih kuat yang disebut “simbolik rasisme” (racisme symbolic) (Kinder
& Sears, 1981). Ada kritik terhadap konsep rasisme simbolis ini. Mereka
mengatakan bahwa orang kulit putih mengevaluasi isu rasial terutama berdasarkan
nilai dan ideology non-rasial. Jenis
prasangka modern lainnya berakar dalam antagonism kelompok dan nilai tradisonal,
khususnya individualisme, seperti rasisme simbolis. “sikap anti-orang gendut”.
Rasisme
Aversif
Konsep rasisme baru yang lain adalah aversive
racism (rasisme aversif) yang dianggap mereflesikan perpaduan penolakan
terhadap kesenjangan rasial formal dengan perasaan negative terhadap kesenjangan
rasial formal dengan perasaan negatif terhadap orang kulit hitam, seperti
merasa tidak nyaman, tidak suka, dan kadang takut, terhadap kulit hitam
(Gaertner & Dovidio, 1986). Teori ini mengatakan bahwa hal itu akan
tergantung pada norma yang berlaku pada situasi tertentu di mana masa kontrak antar–ras
itu terjadi.
Stereotip
Implisit
Patricia
Devine (1989) mengembangkan model yang lebih kompleks yang menggunakan
perbedaan dari psikologi kognitif, yakni automatic processing (pemrosesan
otomatis), yang terjadi secara tidak sadar, cepat, tanpa niat, dan tanpa usaha,
dengan controlled processing (pemrosesan terkontrol), yakni pemikiran
sadar dan sengaja yang kita lakukan setiap hari. Stereotip implisit
merefleksikan seperangkat asosiasi yang sudah dikenali dengan baik yang dapat
secara otomatis diaktifkan, dan karenanya bersifat spontan, tak terkontrol, dan
tak diniatkan.
Prasangka
mungkin menurun jika kebutuhan kelompok-kelompok yang berkompetisi itu bisa dipenuhi
dengan lebih baik, tetapi prasangka mungkin tidak bisa hilang karena ada
konflik kepentingan antarkelompok yang pasti takkan terelakan. Usaha untuk
membantu satu kelompok seringkali akan mengorbankan kelompok lain dan mungkin
menambah permusuhan.
SOSIALISASI
Pendekatan
lain untuk mereduksi prasangka adalah mengubah sosialisasi awal. Setiap
generasi baru memang semakin menjauhi rasisme gaya lama. Perubahan ini sebagian
disebabkan karena generasi muda tumbuh tanpa prasangka dan banyak orangtua yang
punya prasangka yang sudah meninggal (Firebaugh & Davis, 1988). Tingkat
pendidikan juga sudah meningkat. Semakin terdidik seseorang, semakin berkurang
prasangkanya, khususnya jika mereka mencapai jenjang universitas (Schuman et al., 1997).
KONTAK
ANTARKELOMPOK
Studi yang lebih baru menunjukkan
bahwa semakin sering kontak antarkelompok akan semakin mengurangi prasangka.
Beberapa survey di Eropa menemukan bahwa memiliki banyak teman dari kelompok
minoritas juga menurunkan prasangka (Prettigrew, 1997). Demikian pula, lebih
sering kontak dengan kaum gay dan lesbian juga mengurangi prasangka terhadap
mereka (Herek & Capitanio, 1996).
Salah satu problem dalam penggunaan
kontak sebagai solusi mengatasi stereotip dan prasangka adalah kebanyakan
individu yang berprasangka tidak mau menjalin kontak, dan karenanya solusi ini
sulit dilakukan. Kurangnya pengalaman positif dengan anggota out-group akan menimbulkan ekspektasi
negatif tentang seperti apa interaksi di masa depan, dan karenanya menimbukan
“kecemasan antar-rasial” (Plant & Devine, 2003). Hal itu pada gilirannya
dapat menyebabkan seseorang menghindari kontak.
Contact
theory merupakan teori yang menyatakan bahwa prasangka terhadap suatu
kelompok sosial dapat direduksi dengan kontak yang tepat dengan individu dari
kelompok itu. Secara
teori, menjadi rekan satu tim dalam tim sepak bola atau sesama napi yang saling
membantu melarikan diri (kerja sama melarikan diri) atau membentuk tim
imter-rasial untuk memecahkan sosial statistik di kelas akan membantu
mengurangi prasangka.
REKATEGORISASI
Pendekatan utama lainnya difokuskan
pada basis kognitif dari stereotip. Bahkan ketika ada kontak antara in-group dan out-group ternyata tidak cocok dengan stereotip, tendensi ke arah
pemrosesan berbasis kategori masih kuat dan stereotip juga masih kuat. Salah
satu strategi yang disarankan pendekatan kognitif
adalah mengkategorisasikan anggota in-group
dan out-group menjadi anggota
satu kelompok yang lebih besar dan inklusif. Rekategorisasi juga dapat
mereduksi prasangka dengan menonjolkan kategori silang.
Sumber:
Shelley
E. Taylor, dkk. Psikologi Sosial,
terj. Tri Wibowo B. S, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Agen Togel Online Terbaik & Terlengkap!
ReplyDeleteTersedia Pasaran Hongkong - Sydney - Singapore
Potongan Diskon 2D = 30% | 3D = 59% | 4D = 66%
Dapatkan Keuntungan Dalam Menebak Angka Hingga Ratusan Juta Setiap Hari..
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .fun
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WA: +628122222995