1. Ibnu
Sina
Beliau mengimprementasikan wahyu atau ilham yang
terjadi pada sebagian orang, baik dalam keadaan terjaga ataupun tidur dalam
bentuk mimpi, bahwa ia timbul dari kontak antara jiwa dengan malakut atau
malaikat dan ia menerima wahyu atau ilham darinya.
2. Al-Kindi
Tentang jiwa,
menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.
Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual,
ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa
nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling
berhubungan dan saling memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi
tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan
pemarah. Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan pendapat
Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang pendapat
Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa
adalah bentuk bagi badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya
membentuk kesatuan isensial, dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan
jiwa. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan
accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya jiwa.
Namun Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari
alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni: daya
bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah
qadim, namun keqadimannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena
diqadimkan oleh Tuhan.
3. Al-Farabi
Adapun
jiwa, Al-Farabi juga dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinus.
Jiwa bersifat ruhani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan tidak
berpindah-pindah dari suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad
merupakan kesatuan secara accident, artinya antara keduanya mempunyai substansi
yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia
disebut al-nafs al-nathiqah, yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad
berasal dari alam khalq, berbentuk, beruapa, berkadar, dan bergerak. Jiwa
diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Mengenai
keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa kholidah dan jiwa fana. Jiwa
khalidah yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat
melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur dengan hancurnya
badan.
4.
Ikhwan Al-Syafa
Menurut Ikhwan
Al-Shafa, daya jiwa vegetatif dimiliki semua makhluk hidup, baik manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan, karena semua makhluk memiliki keinginan untuk makan, tumbuh
dan berkembang biak. Sedangkan daya jiwa binatang hanya dimiliki manusia dan
hewan. Adapun daya jiwa yang ketiga hanya dimiliki oleh manusia yang
menyebabkan mereka bisa berfikir dan berbicara .
Sumber:
Najati, Utsman, 2004, Al-Quran dan Ilmu Jiwa, Bandung:
Penerbit Pustaka.
Setiawan,
Agus., dan Armawan, “Tokoh-tokoh Filsafat dan Pemikirannya”, dalam
https://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya/,
diakses pada tanggal 10 Oktober 2016.
Qalam, Cahaya, “Pemikiran
Islam Tentang Jiwa dalam Filsafat Islam”, dalam http://abdulrahmansakka.blogspot.co.id/2009/11/pemikiran-islam-tentang-jiwa-dalam_04.html,
diakses pada tanggal 10 Oktober 2016.
Agen Togel Online Terbaik & Terlengkap!
ReplyDeleteTersedia Pasaran Hongkong - Sydney - Singapore
Potongan Diskon 2D = 30% | 3D = 59% | 4D = 66%
Dapatkan Keuntungan Dalam Menebak Angka Hingga Ratusan Juta Setiap Hari..
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .fun
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WA: +628122222995